Sabtu, 26 November 2016

Apa Itu Kebenaran?


     Telah diaktakan bahwa manusia bukan tidak sekedar ingin tahu, tetapi ingin tahu kebenaran. Ia ingin memiliki pengetahuan yang benar. Kebenaran ialah persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai dengan obyeknya. Inilag kebenaran obyektif, seperti dikatakan Poedjawijatna. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang obyektif.
        Contohnya, saya mengatakan bahwa di luar sedang hujan, proposisi itu benar jika apa yang saya katakana memang sesuai dengan fakta. Jadi, ketika saya mengucapkan kalimat itu, hujan sedang turun. Kalau hujan tidak turun, apalagi sedang panas terik, maka proposisi itu tidak benar. 

Tiga Jenis Kebenaran


        Ada tiga jenis kebenaran, yakni kebenaran epistemologis, kebenaran ontologis, dan kebenaran semnatik. Kebenaran epistemologis berkaitan denagn pengetahuan, debenaran ontologis berkaitan dengan hakikat sesuatu, dan kebenaran semantic berkaitan dengan tutur kata atau bahasa. Di bawah ini diuraikan secara singkat setiap jenis kebenaran.
Kebenaran Epistemologis
      Disbeut juga kebenaran logis. Yang dipersoalkan di sini ialah apa artinya pengetahuan yang benar? Atau, kapan sebuah pengetahuan disebut pengetahuan yang benar? Jawabannya: bila apa yang terdapat dalam pikiran subyek sesuai dengan apa yang ada dalam obyek.
Kebenaran Ontologis
        Kebenaran ontologis berkaitan dengan sifat dasar atau kodrat dari obyek. Misalnya kita mengatakan batu adalah benda padat yang keras. Ini sebuah kebenaran ontologis, sebab batu pada hakikatnya merupakan benda padat yang sangat keras. Manusia yang benar adalah manusia yang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.
Kebenaran Semantik
      Kebenaran ini berkaitan dengan pemakaian bahasa. Ini tergantung pada kebebasan manusia sebagai ,akhluk yang bebas melakukan sesuatu. Bahas amerupakan ungkapan dari kebenaran. 

Ilmu dan teknologi


      Hubungan antara ilmu dan teknologi adalah hubungan anatara teori dan penerapannya. Dengan kata lai, teknologi adalah penerapan teori ilmiah. Contoh, hukum-hukum tentang gelombang magnetic (teori), direapkan dalam radio (teknologi). Jadi, radio adlaah teknologi yang merupakan penerapan dari hukum-hukum gelombang magnetic.
       Banyak sekali definisi tentang teknolog. Definisi yang paling sederhana, namun yang menunjukkan hakikat teknologi ialah bahwa teknologi merupakan penerapan ilmu, khususnya pengetahuan ilmiah kealaman (natural science). Dia membagikan teknologi menjadi teknologi fisik (teknik mesin, teknik sipil), teknologi biologis (farmakologi), teknik sosial (riset operasi), dan teknologi piker (computer).
       Jadi, ilmu dan teknologi memnag berbeda, tetapi tak dapat dipisahkan. Tidak ada teknologi tanpa ilmu. Sebaliknya, tanpa teknologi, perkembangan ilmu akan sangat lamban, bahkan terhambat. Antara keduanya terdapat hubungan dialektis. Ilmu menyiapkan bahan pendukung berupa teori-teori, sebalinya penemuan teknologi memper;uas cakrawala penelitian ilmiah.

Apa artinya tahu?


     Seringkali orang menggunakan kata kenal/mengenal untuk tahu. Jadi, tahu dan kenal itu identic. Kini kita sampai pada pertanyaan: apa itu tahu atau pengetahuan? Atau apa itu kenal alias pengenalan? Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tahu adalah persatuan antatara subyek (S) yang mengetahui dan objek yang diketahui (O). itu pula yang dikatakan filsuf Yunani, Plato. Menurut dia, pengetahuan merupakan persatuan misterius antara subyek yang mengetahui (knower) dan obyek yang diketahui (known).
Sering orang mendefinisikan tahu sebagai pertemuan atau perjumpaan antara subyek yang mengetahui (S) dan obyek yang diketahui (O). tetapi ungkapan ini tidak cukup menggambarkan hakikat tahu atau pengetahuan. Persatuan memang sudah pasti mengandung unsur perjumpaan, tapi perjumpaan belum tentu mengandung persatuan. Dalam pengetahuan, S bukan saja bertemu O, melainkan bertemu dengan O. jadi, terjadi kemanunggalan S-O. pengetahuan adalah union antara S-O. sifat persatuan itu bukan eksrinsik atau fisik, melainkan instrinsik.
    Dengan demikian, tahu dan pengetahuan selalu bersifat relasional. Artinya, selalu menyangkut keterhubungan anatara S dan O. relasi antara S dan O itu bersifat instrinsik. Thomas Aquinas mengatakan bahwa pengetahuan terjadi kalau obyek yang diketahui/dikenal itu dalam arti tertentu hadir dalam subyek yang mengetahui/mengenal. Dalam kesatuan relasional tersebut, keaktifan tidak berada hanya di satu pihak melainkan di kedua pihak, baik yang mengetahui maupun obyek yang diketahui. Kalau saya melihat pohon kelapa, kita sering membayangkan bahwa yang aktif itu hanya saya yang melihat. Saya membuka mata, menatap dan mulai menjelajahi seluruh bangunan pohon kelapa. Kita cenderung membayangkan pohon kelapa bersifat pasif. Ini gambaran yang tidak betul. Pohon kelapa juga bersifat aktif. Dalam proses itu, pohon kelapa seakan-akan membuka diri kepada mata saya dan membiarkan diri diperiksa oleh mata. Tanpa keaktifan dari pihak pohon kelapa, tidak mungkin ada pengenalan dari pihak saya terhadap pohon kelapa.

Rasionalisme


      Tokoh-tokohnya kebanyakan para filsuf abad pertengahan, seperti Agustinus, Johanes Scotus, Avicenna, dan para filsuf modern seperti Rene Descartes, Spinoza, Leibniz, Fichtw, Hegel. Plato juga termasuk kelompok ini. Juga Galileo dan Leonardo da Vinci
        Rasionalisme mengajarkan bahwa asal usul pengetahuan ialah rasio. Para penganut rasionalisme tidak menyangakal peran indra, tetapi mengatakan bahwa peran indra sangat kecil. Yang lebih aktif justru rasio. Mereka mengatakan, pengetahuan manusia sebetulnya sudah ada lebih dulu dalam rasio berupa kategori-kategori. Ketika indra menangkap obyek, maka obyek-obyek yang ditangkap itu hanya dicocokkan saja dengan kategori yang sudah ada lebih dulu dalam rasio. Jadi, menurut mereka, pengalaman adalah pelengkap bagi akal.
        Plato membedakan pengetahuan indrawi dan pengetahuan ideal. Pengetahuan indrawi lewat pancaindra, katanya, bukan pengetahuan yang sebenarnya. Itu tidak lebih dari hanya kesan-kesan yang bersifat sementara karena menyangkut kejadian-kejadian yang senantiasa berubah. 

Intuisionisme


       Paham ini diajarkan oleh Henri Bergon, seorang filsuf Prancis. Bergson membedakan pengetahuan atas uan diskursif dan pengetahuan intuitif. pengetahuan diskursif bersifat analitis, dan diperoleh melalui perantara dan simbol. Pengetahuan seperti ini dinyatakan dalam simbol, yakni bahsa. Jadi, ini merupakan pengetahuan tidak langsung. Kalau saya menceritakan pengalaman saya, maka saya menggunakan bahasa. Jadi, pengetahuan yang diperoleh dengan cara ini bersifat tidak langsung.
   Sebaliknya pengetahuan intuitif bersifat langsung, sebab tidak dikomunikasikan melalui media simbol. Pengetahuan ini diperoleh lewat intuisi, pengalaman langsung orang yang bersangkutan. Jelas, pengetahuan seperti ini lebih lengkap. Ia menghadirkan pengalaman dan pengetahuan yang lengkap bagi orang yang mengalaminya. Tapi, alhasil pengetahuan jenis ini bersifat subyektif, sebab hanya dialami oleh orang tersebut.
      Menurut intuisionisme, pengetahuan yang lengkap hanya diperoleh lewat intuisi, yakni penglihatan langsung. Pada pengalaman itu orang seperti melihat kilatan cahaya yang memberikan kepadanya pengetahuan tentang sesuatu secara tuntas. Jadi, ini merupakan pengetahuan lengkap, sedangkan pengetahuan diskursif bersifat nisbih dan parsial.
        Jelaslah, bahwa sifat pengetahuan dalam intuisionisme lebih subyektif disbanding pengetahuan rasionalis dan empiris yang lebih obyektif.

Hubungan antara Filsafat Ilmu dan Sejarah Ilmu serta Psikologi Ilmu


Sejarah ilmu
        Sejarah ilmu menganalisa dan menerangkan hubungan-hubungan kesejenisan antara berbagai ilmu dari aspek sejarah. Filsafat ilmu, menyelidiki juga tentang asal usul ilmu. Jadi, dalam hal ini ada persamaan antara sejarah ilmu dan filsafat ilmu. Hanya saja, filsafat ilmu punya sudut pandang khas yang tidak digunakan oleh sejarah ilmu yakni cara kerja ilmu-lmu.
Psikologi Ilmu
      Psikologi ilmu menyelidiki proses-proses psikologis yang menunjang ilmu. Ini akan sangat berguna bagi kreativitas proses penyusuna hipotesis ilmiah. Filsafat ilmu juga menyelidiki hal-hal ini. Ia mempelajari, misalnya masalah-masalah yang berkaitan dengan persepsi indera (sense perception) dan bagaimana proses pengetahuan berlangsung. Tetapi, filsafat ilmu memiliki kekhasan yang tidak dimiliki psikologi ilmu yakni menyelidiki cara kerjanya ilmu itu sendiri.


Hubungan antara Filsafat Ilmu dengan Sosiologi Ilmu


        Sosiologi ilmu menyelidiki proses-proses, struktur-struktur, faktor-faktor dan syarat-syarat yang berlaku pada penyelenggaraan kegiatan ilmiah secara kolektif. Ini juga dilakukan oleh filsafat ilmu, tetapi lagi-lagi disini keduanya berbeda menurut obyek formal, karena filsafat ilmu justru mempertanyakan validitas ilmu itu sendiri (Beerling, hlm.2)
       Sejarah ilmu, psikologi ilmu, dan sosiologi ilmu menyelidiki latar belakang dan hubungan-hubungan faktual, mempertanyakan kembali serta de facto asal mula yang mempertumbuhkan serta memungkinkan atau pula yang merintangi dan membatasi timbulnya penyelenggaraan kegiatan-kegiatan ilmiah.
       Teteapi, filsafat ilmu mempertanyakan kembali secara de jure landasan-landasan dan azas-azas yang memungkinkan ilmu untuk memberikan pembernaran terhadap diri sendiri dan terhadap apa yang dianggap benar. Jadi, perbedaan filsafat ilmu dan ketiga ilmu itu terletak pada masalah yang hendak dipecahkan, dan metode yang digunakan. Filsafat ilmu tidak saja menyelidiki cara penyelenggaraan ilmu, tapi juga metodologi ilmu, yakni azas-azas dan alas an yang menyebabkan ilmu mengkalim diri memperoleh pengetahuan ilmiah. (Beerling dkk,2-3)

Macam Perenungan


       Prinsip perenungan filsafat adalah Variis Modis Bene Fit, artinya perenungan filsafat dapat dilakukan dengan banyak cara. Para filsuf menengarai ada beberapa cara gaya berfilsafat (Style of Philosophizing).
§  Perenungan yang menghasilkan karya sastra. Tokoh yang mempelopori antara lain adalah: Bertrand Russel (1950). Perenungan berasumsi bahwa penyampaian ide seseorang dapat dilakukan dengan bahasa (sastra). Dengan melakukan analisis bahasa seseorang dapat mengerti pemikiran seseorang.
§  Perunungan yang dikaitkan dengan sosial-politik. Konsep atau ide yang dihasilkan ada relevansi dengan konsep Negara. Karl Marx (1918-1883) mengungkapkan; “para filsuf sampai sekarang hanya menafsirkan dunia. Kini tibalah saatnya untuk mengubah dunia”.
§  Perenungan yang terkait dengan metodologi artinya perenungan yang terkait dengan persoalan metode ilmu. Rene Descatres, Filsuf Perancis (wakil dari rasionalisme) memulai perenungan dengan meragukan sesuatu. Prancis Bacon, Filsuf Inggris (wakil dari empirisme) menyatakan bahwa kebenaran diperoleh dengan adanya bukti empiris atau fakta aktual yang dapat ditangkap indera, dan Karl Popper (wakil dari falfikasime) mneyatakan kebenaran akan menjadi hilang, bila ada yang menunjukkan fakta lain yang menyebabkan kebenaran tersebut menjadi tidak berlaku.
§  Perenungan filsuf yang dikaitkan dengan kegiatan analisis bahasa.
§  Perenungan yang mencoba menghidupkan kembali ide dan pemikiran para filsuf terdahulu
§  Perenungan yang dikaitkan dengan tingkah laku dan etika. Etika dipandang sebagai satu-satunya kegiatan filsafat yang paling nyata, sehingga dinamakan juga praksiologis bidang ilmu praktis.

Aliran Postmodernisme


           Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap modernisasi dengan segala dampaknya. Seperti diketahui, modernism dimulai oleh Rene Descartes, dikokohkan oleh zaman pencerahan (aufklaerung), dan kemudian mengabdikan diri melalui dominasi sains dan kapitalisme. Tokoh yang dianggap memperkenalkan istilah postmodern (isme) adalah Francois Lyotard, lewat bukunya The Postmodern Condition: A Report on Knowledge (1984).
     Modernisme mempunyai gambaran dunia sendiri yang ternyata melahirkan berbagai dampak buruk, yakni pertama, obyektifikasi alam secara berlebihan dan pengurasan alam semena-mena yang mengakibatkan krisis ekologi. Dampak ini disebabkan oleh pandangan dialistiknya yang membagi kenyataan menjadi subyek-obyek, spiritual-material, manusia-dunia,dsb. Kedua, manusia cenderung menjadi obyek karena pandangan modern yang obyektivistis dan positivistis. Ketiga, ilmu-ilmu positif empiris menjadi standar kebenaran trertinggi. Keempat, materialisme. Kelima, militerisme. Keenam, kebangkitan kembali tribalisme (mentalitas yang mengunggulkan kelompok sendiri).
        Ciri-ciri terpenting postmodernisme adalah relativisme dan mengakui pluralitas. Pada modernism, pengetahuan mrupakan suatu kesatuan yang didasarkan pada cerita-ita besar (grand narratives) yang menjadi ide penuntun sampai ke peelitian-penelitian paling mendetil. Tapi postmodernisme yang berlaku umum. Tiap bagian mempunyai keunikan sehingga tak dapat menerima pemaksaan kea rah penyeragaman. Dengan demikian, postmodernisme mengakui pluralitas dan hak hidup individu atau unsur local (Sugiharto:1996, 30-33)

Aliran Strukturalisme


        Strukturalisme muncul di Prancis tahun 1960, dan dikenal pula dalam linguistic, psikiatri dan sosiologi. Strukturalisme pada dasarnya menegaskan bahwa masyarakat dan kebudayaan memiliki struktur yang sama dan tetap. Maka kaum strukturalis menyibukkan diri dengan menyelidiki struktur-struktur tersebut.
        Tokoh-tokoh terpenting strukturalisme adalah Levi Strauss, Jacques Lacan, dan Michel Foucoult.

Aliran Filsafat Analitis


      Aliran ini muncul di Inggris dan Amerika Serikat sejak sekitar tahun 1950. Filsafat analitis disebut juga filsafat bahasa. Filsafat ini merupakan reaksi terhadap idealism, khususnya Neohegelianisme di Inggris. Para penganutnya menyibukkan diri dengan analisa bahasa dan konsep-konsep. Tokoh-tokohnya yang terpenting adalah Bertrand Russel, Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Gilbert Ryle, dan John Langshaw Austin. 

Aliran Eksistensialisme


       Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal pada eksistensi. Eksistensi adalah cara berada di dunia. Cara berada manusia di dunia berbeda dengan cara berada mahluk-makhluk lain.
Benda mati dan hewan tidak menyadari keberadaannya, tapi manusia sadar bahwa dia berada di dunia. Manusia sadar bahwa ia bereksistensi. Itulah sebabnya, segalanya mempunyai arti sejauh berkaitan dengan manusia. Dengan kata lain, manusia memberi arti kepada segalanya. Manusia menentukan perbuatannya sendiri. Ia memahami diri sebagai pribadi yang bereksistensi.
   Jadi, eksistensdialisme berpandangan bahwa pada pada manusia eksistensi mendahului esensi (hakekat), sebaliknya pada benda-benda lain esensi mandahului eksistensi. Manusia berada lalu menentukan diri sendiri menurut proyeksinya sendiri. Hidupnya tidak ditentukan lebih dulu. Sebaliknya, benda-benda lain bertindak menurut esensi atau kodrat yang memang tak dapat dielakka.
    Tokoh-tokoh terpenting eksistensialisme adalah Martin Heidegger (1883-1976), Jean-Paul Sartre (1905-1980), Karl Jaspers (1883-1969), dan Gabriel Marcel (1889-1973). Soren Kierkegaard (1813-1855), Friedrich Nietzsche (1844-1900), Nicolas Alexandrovitch Berdyaev (1974-1948) juga sering dimasukkan ke dalam kelompok filsuf-filsuf eksistensialis.

Aliran Fenomenlogi


      Fenomenlogi berasal dari kata fenomenon yang berarti gejala atau apa yang tamapak. Jadi, fenomenologi adalah aliran yang membicarakan fenomena atau segalanya sejauh mereka tampak. Fenomenologi dirintis oleh Edmund Husserl (1859-1938) seorang fenomenolog lainnya adalah Max Scheler (1974-1928).

Aliran Vitalisme


     Vitalisme berpandangan bahwa kegiatan organisme hidup digerakkan oleh daya atau prinsip vital yang berbeda dengan daya-daya fisik. Aliran ini timbul sebagai reaksi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi serta industrialisasi, di mana segala sesuatu dapat dianalisa secara matematis.
      Tokoh terpenting vitalisme adalah filsuf Prancis, Henri Bergson (1858-1941)


Aliran Pragmatisme

             Pragmatisme mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang akibat-akibatnya bermanfaat secara praktis. Jadi, patokan pragmatisme adalah manfaat bagi kehidupan praktisenaran mistis diterima, asal bermanfaat praktis. Pengalaman pribadi yang benar adalah pengalaman yang bermanfaat praktis.
     Aliran ini sangat popular di Amerika Serikat. Tokoh-tokohnya yang terpenting adlah William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952).

Filsafat Abad XIX (Materialisme)


     Aliran ini berpandangan bahwa seluruh realitas terdiri dari materi. Artinya, tiap benda atau peristiwa dapat dijabarkan kepada materi atau salah satu proses materiil. Materialism merupakan aliran terpenting dan dangat berpengaruh sepanjang abad XIX, bahkan sampai dewasa ini. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap idealism Jerman.
     Tokoh-tokohnya yang terpenting adalah Ludwig Feuerbach (1804-1872), Karl Marx (1818-1883), dan Friedrich Engels (1820-1895).
        Pikiran-pikiran Karl Max sering muncul dalam nama maalisme dialektis dan materialism historis. Nama-nama itu bukan berasal dari Marx sendiri. Materialism historis digunakan oleh Engels sesudah kematian Marx. Sedangkan materialism dialektis digunakan tahun 1891 oleh filsuf Russia, G.Plekhanov.
        Materialisme dialektis beranggapan bahwa perubahan kuantitas dapat mengakibatkan perubahan kualitas. Perapatan materi dapat menghasilkan suatu yang sama sekali baru. Dengan cara demikian, kehidupan berasal dari materi mati , dan kesadaran manusia berasal dari kehidupan organis. Materialsme historis berpandangan bahwa arah yang ditempuh sejarah ditentukan oleh perkembangan sarana-sarana produksi materiil. Menurut Marx, titik akhir sejarah adalah keadaan ekonomi tertentu, yakni komunisme, di mana milik pribadi diganti milik bersama. Baru pada kondisi seperti itulah manusia mencapai kebahagiaannya. Arah ini adalah suatu keharusan, suatau yang mutlak, tak dapat diubah dengan cara apapun. Dan manusia dapat mempercepat proses itu dengan melakukan revolusi. 

Filsafat Abad XIX (Positivisme)


        Aliran ini berpandangan bahwa manusia tidak pernah mengetahui lebih dari fakta-fakta, atau apa yang nampak. Manusia tidak pernah mengetahui sesuatu di balik fakta-fakta.
      Oleh sebab itu, menuruit positivism, tugas ilmu pengetahuan dan filsafat adalah menyelidiki fakta-fakta, bukan menyelidiki sebab-sebab terdalam realitas. Dengan demikian, positivism menolak metafisika.
        Positivisme mempunyai persamaan dan perbedaan dengan empirisme. Persamaan pada keduanya adalah bahwa keduanya mengutamakan pengalaman indra. Akan tetapi positivism hanya menerima pengalaman obyektif, sedangkan empirisme menerima juga pengalaman batiniah/subyektif.
        Tokoh-tokoh terpenting positivism antara lain Auguste Comte (1798-1857), John Stuart Mill (1806-1873), dan Herbert Spencer (1820-1903).

Filsafat Abad XIX (Idelisme Jerman)

        Idealisme adalah aliran yang berpandangan bahwa ti9dak ada realitas obyektif diri darinya sendiri. Realitas seluruhnya, menurut aliran ini, bersifat subyektif. Seluruh realitas merupakan hasil aktivitas Subyek Absolut (yang dalam agama dinamakan Allah).
        Jadi, menurut idealisme rasio atau roh (idea) mengendalikan realitas seluruhnya. Segala sesuatu merupakan tampakan-tampakan atau momen-momen yang berkembang sendiri. Idealism pada dasarnya bertentangan dengan Platonisme.
        Tokoh-tokohnya yang terpenting adalah tiga filsuf Jerman yakni, J.G. Fichte (17-1814), F.W.J.Schelling (1775-1854), dan G.W.F.Hegel (1770-1831). Filsuf paling penting di antara ketiganya adalah Hegel.

Filsafat Abad XVIII (Aufklaerung)


      Aufklaerung berarti pencerahan (istilah bahasa Inggris untuk ini adalah enlightmen). Dinamakan demikian karena pada periode ini manusia mencari cahaya baru dalam rasionya. Keadaan periode sebelum ini sering diumpamakan dengan keadaan belum akil balig, di mana manusia kurang menggunakan kemampuan akal budinya.
         Salah satu ciri  terpenting zaman Aufklaerung adalah perkembangan pesat ilmu pengetahuan. Dalam fisika kita kenal ilmuwan besar seperti Isaac Newton. Karena rasio mendapat tempat terhormat dan menjadi pusat perhatian, maka orang mulai meragukan wahyu dan otoritas agama. Mudah dimengerti, mengapa di Prancis muncul sikap antikristianisme dan antiklerikalisme. 
     Agama Kristen, sebelum periode ini, memainkan peranan sangat menentukan. Akal budi tidak diingkari, tetapi diletakkan pada fungsinya sebagai pendukung iman dan wahyu. Penjelasan apapun yang tidak sesuai dengan iman dianggap tidak benar. Tempat para kelrus dalam lingkungan yang memberi tempat terpenting kepada agama memang sangat istimewa. Oleh sebab itu, pada mada pencerahan, orang tak mau tanduk lagi kepada otoritas agama. Mulai berkembang pemikiran-pemikiran bebad. Aufklaerung merintis jalan menuju revolusi Prancis tahun 1789.
        Tokoh-toko terpenting filsafat masa pencerahan antara lain George Berkeley dan David Hume (Inggris), oltaire dan Jean-Jacques Rousseau (Prancis), dan Immanuel Kant (Jerman). Filfus paling penting untuk periode ini adalah Immanuel Kant.

Filsafat Abad XVII (Aliran Empirisme)


          Empirisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa hanya pengalaman (lewat indra) merupakan sumber pengetahuan yang benar. Jadi, empirisme bertolak belakang dengan pandangan rasionalisme. Immanuel Kant kemudian mendamaikan kedua pandangan yang sangat ekstrim tersebut.
        Tokoh-tokohnya yang terpenting adalah Thomas Hobbes dan John Locke, ya dari Inggris. John Locke, “akal bersifat pasif sewaktu pengetahuan didaptkan akal semula secarik kertas tanpa tulisan yang meminta segala sesuatu dari pengalaman”.


Filsafat Abad XVII (Aliran Rasionalisme)



   Rasionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa sumber pengetahuan satu-satunya yang benar adalah rasio (akal budi). Tokoh-tokoh terpenting aliran rasionalisme adalah Blaise Paseal, Baruch Spinoza, G.W. Leibnitz, Christian Wolff, dan Rene Descartes (1596-1650).
    Rene Descartes dijuluki Bapak Filsafat Modern. Ucapannya yang terkenal adalah Cogito Ergo Sum (aku berpikir maka aku ada). Ungkapan ini mempunyai makna lebih dalam dari sekedar pengertian harfiah. Dengan ungkapan itu hendak dinyatakan metode yang dianut Descartes yakni metode kesangsian. Descartes mengatakan bahwa segalanya harus disangsikan secara radikal, dan tidak boleh diterima begitu saja. Kalau suatu kebenaran tahan terhadap kesangsian (artinya tidak disangsikan lagi), itulah kebenaran yang sesungguhnya dan harus menjadi fondamen bagi ilmu pengetahuan.
         Itulah sebabnya Cogito Ergo Sum harus diartikan sebagai: saya yang sedang sangsi, ada. Bagi Descartes, berpikir berarti menyadari. Jika saya menyangsikan, maka saya menyadari sungguh-sungguh bahwa saya menyangsikan. Kebenaran itu pasti sebab saya mengerti dengan jelas dan terpilah-pilah (clearly and distinctly).
        Menurut Descartes, dalam diri manusia terdapat tiga ide bawaan sejak lahir. Dan itulah yang merupakan kebenaran. Ketiga ide bawaan itu adalah pikiran, Allah, dan keluasan.
        Menurut Descartes, manusia terdiri dari jiwa (pemikiran) dan tubuh (keluasan). Tubuh adalah mesin yang dijalankan jiwa. Dengan pandangan seperti ini, Descartengakui dualisme dalam manusia.


Renaissance


         Kata ini berasal dari bahasa Prancis dan berarti kelahiran kembali. Maksudnya, usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan Yunani dan Romawi klasik. Dalam sastra lahirlah humanisme, yang juga mencari insipirasinya pada sastra Yunani dan Romawi. Renaissance ditandai oleh kelahiran kembali di berbagai ilmu, seperti ilmu sastra, kesenian, filsafat, dan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan alam berkembang pesat berdasarkan metode eksperimental.
        Nocolaus Copernicus, Johannes Kepler, dan Galileo Galilei adalah contoh ilmuwan yang membawakan wawasan baru dengan penemuan-penemuan yang penting. Copernikus, berdasarkan penyelidikannya, mengemukakan bahwa pandangan geosentris yang dianggap benar selama berabad-abad sebelumnya ternyata salah. Menurut Copernicus, bukan bumi yang menjadi pusat, melainkan matahari adalah pusat jagad raya. Galileo Galilei kemudian memperkuat teori Copernikus tentang heliosentrisme.
        Di bidang filsafat, peletak dasar filsafat zaman Renaissance adalah Francis Bacon (1561-1523), seorang filsuf dari Inggris.

Jumat, 25 November 2016

Aristoteles

a.   Riwayat Hidup
Aristoteles lahir di Stageira, Yunani Utara. Ayahnya seorang dokter pribadi Raja Macedonia. Ketika berusia 18 tahun ia belajar filsafat pada Plato di Athena. Setelah Plato meninggal, ia mendirikan sekolah Assos. Dia kemudian kembali ke Macedonia dan menjadi pendidik pangeran Alexander Agung. Ketika Alexander meninggal pada tahun 323, timbullah huru-hara. Aristoteles dituduh sebagai pengkhianat. Dia lari ke khalkes, dan meninggal dunia disitu pada tahun 322.

b.   Ajaran
Karya Aristoteles banyak sekali, tapi sulit menyusunnya secara sistematis. Ada yang membagi karya-karya itu menjadi delapan bagian, yakni tentang logika, filsafat alam, psikologi, biologi, metafisika, etika, politik dan ekonomi.
Logika: tradisional yang kita kenal sekarang diajarkan oleh Aristoteles. Dia mengajarkan tentang proses pengambilan kesimpulan yang dinamakan silogisme, yang terdiri dari pernyataan dalam bagian mayor (dalil umum), minor (dalil khusus) dan kesimpulan.
Aristoteles menyebut jiwa dengan psyche. Menurut Aristoteles, bukan hanya manusia punya jiwa, tapi semuanya yang hidup mempunyai jiwa.
Menurut Aristoteles, jiwa dan tubuh adalah dua aspek yang menyangkut satu substansi. Kedua aspek ini mempunyai hubungan satu sama lain sebagai materi dan bentuk. Ajarannya tentang materi dan bentuk ini dikenal dengan hylemorphisme. Badan adalah materi, jiwa adalah bentuknya. Materi berperanan sebagai potensi, jiwa sebagai aktus. Aristoteles menyebut jiwa sebagai aktus pertama dari suatu badan organis. Aktus pertama karena jiwa adalah aktus paling fundamental.


Periodisasi Filsafat Cina Zaman Modern

Dalam sejarah Cina, periode Dinasi Manzhi (1644 – 1911) dan pemerintahan Republik (1911) ditandai skeptisisme. Semua pranata yang sudah mapan, perkawinan, keluarga, masyarakat, Negara, hukum, dipertanyakan. Masa ini sering dibandingkan dengan zaman Renaissance di Eropa.
Pada periode ini, ada tiga tendensi dalam filsafat Cina, yakni:
a.   Pengaruh Filsafat Barat: filsafat Barat mulai memasuki Cina, khususnya pragtisme dari John Dewey, dan sesudahnya Karl Marx. Hak ini disebabkan oleh diterjemahkannya karya- karya para pemikir Barat ke dalam bahasa Cina, seperti karya Leo Tolstoi, Hendrik Ibsen, Guy de Mauoassant, Shelley, Emerson, Karl Marx dan Friedrich Engels. Semua tokoh itu memberikan pengaruh besar bagi pembaruan kehidupan intelektual Cina.
                Filsafat bergandengan tangan dengan perkembangan politik, sosial, religious dan artistic. Muncul para pemikir yang menekuni studi linguistic dan krtik teks. Kuatnya pengaruh filsafat Barat itu ditopang antara lain Hu Shi dan Chen Duziu. Mereka amat mengagumi Barat, menggunakan positivism sebgai sumber inspirasi. Tujuan yang ingin dicapai adalah membuang Konfusioniusme karena dianggap sama dengan konservatisme masa lampau yang menghalangi gagasan- gagasan baru.
b.   Kecenderungan untuk kembali kepada filsafat pribumi.
c.   Dominasi filsafat dan pemikiran Karl Marx, Lenin dan Mao Tse Tung sejak tahun 1950.  

Periodisasi Filsafat Cina Zaman Neo-Konfusianisme


Neo – konfusianisme merupakan ringkasan atau revisi dari etika, moral, dan kepercayaan dari kepercayaan masa lampau dan tetap berpegang pada semengat zaman itu. Neo-Konfusianisme tidak sama dengan kebangkitan Konfusianisme. Memang para penganut Neo-Kantianisme adalah sarjana-sarjana Konfusian, tapi kegiatan intelektual mereka ditentukan oleh spekulasi-spekulasi yang berasal dari para guru aliran Chan.
Neo-Konfusianisme memuat prinsip-prinsip Konfusianisme dalam bentuk baru, dicampur unsur Buddhisme. Sebagaimana halnya sintesa Buddhisme dan Taoisme menghasilkan Channisme, maka Konfusianisme berinteraksi dengan Buddhisme dan menghasilkan Neo-Konfusianisme (atau Li-isme).
Buddhisme menggambarkan nirvana sebagai keadaan budi yang tenang. Konfusianisme sebaliknya menggambarkan keadaan esensial alam semesta dan budi manusia berada dalam aktivitas terus-menerus. Neo-konfusianisme mengembangkan konsep tentang  “tenang yang ada dalam kegiatan konstan, dan kegiatan dalam ketenangan konstan”.
Pusat filsafat Neo-Konfusianisme adalah Li (atau piker), yang dinamakan Tao dalam Taoisme (Sastrapra tedja: 7-8; Hamersma 34). 

Periodisasi Filsafat Cina Zaman Neo Taoisme dan Buddhisme

Pada abad 3 SM hingga tahun 1000 Masehi, cina disusupi oleh unsur-unsur kebudayaan asing. Budhhisme dari India setelah bercampur dengan Taoisme Cina, berkembang subur dan membayang-bayangi Konfusianisme.
Patut diperhatikan perbedaan antara ungkapan Buddhisme Cina dan Buddhisme di Cina. Ungkapan yang kedua menunjukkan Buddhisme yang terkait pada tradisi India dan tidak berperan besar dalam perkembang an filsafat Cina: ia diwakili aliran Idealisme subyektif atau Xiang Zong (atau Weishi Zong alias Aliran Vijnavada).
        Sedangkan ungkapan yang pertama adalah bentuk Buddhisme yang dekat dengan pemikiran Cina. Aliran ini diwakili oleh aliran Jalan Tengah ini mirip dengan Taoisme Cina. Pertemuan antara Aliran Jalan Tengah dan Taoisme Cina melahirkan Aliran Chan (di Jepang dikenal sebagai Zen atau Dhyana).
        Jadi, Channisme adalah sintesa antara unsur-unsur Buddhisme India dengan Taoisme, dan sebab itu dinamakan Neo-Taoisme. Di sini, Tao dibandingkan dengan Nirwana dari ajaran Buddhisme. Para pengikutnya berusaha untuk, melalui meditasi, mengidentifikasi budi individu dengan Budi Semesta. Jadi, lewat kegiatan meditasi atau diam diri dicapai kesatuan antara budi individu dan Budi Semesta.

Periodisasi Filsafat Cina (Zaman Klasik)


Di masa ini lahirlah Seratus Madzab Filsafat, yang mengajarkan ajaran yang berbeda satu sama lin. Seratus Madzab itu biasanya dikelompokkan dalam enam aliran besar, yakni aliran Taois (Taoisme), aliran Ru (Konfusianisme), aliran Mohis (Mohisme), aliran Fa (legalisme), aliran Yin-Yang (okultisme), dan aliran Nama-nama (sofisme). Berikut ini penjelasan tentang aliran-aliran tersebut.
1.     Konfusianisme
Aliran ini didirikan oleh Kong Fu Tse, artinya guru dari suku Kung (551-497 SM). Konfusianisme mendominasi alam pemikiran Cina selama 25 abad. Konfusianisme bermula dari ajaran Konsufius, tapi kemudian dikembangkan oleh Mensius atau Meng Zi (371-289 SM) dan Xun Zi (289-238 SM).
          Konfusianisme lahir di tengah anarki sosial dan intelektual. Menurut Konfusius, kekacauan dan anarki bukan hakikat masyarakat dan peradaban. Rakyat diajarkan untuk memelihara pranata sosial dan kulturnya, dan kembali kepada Li (tata cara atau upacara) dari zaman dinasti Zhou awal. Konfusiuslah yang mengambil kitab klasik membeberkannya di depan umum. Ia mengubah aneka tata cara dan kebiasaan feudal menjadi sistem etika.
2.    Taoisme
Taoisme diajarkan oleh Lao Tse (guru tua). Dia hidup sekitar taun 550 SM. Lao Tse menentang Konfusius. Inti ajaran: Tao bukannya jalan manusia melainkan jalan alam. Pranata dan konvensi sosial harus ditinggalkan. Manusia harus menarik diri dari peradaban dan konvensi sosial harus ditinggalkan. Manusia harus menarik diri dari perbedaban dan kembali kepada alam. Jadi, Taoisme menunjunjung tinggi Tao dan alam. Itulah sebabnya jalan pemikiran Taoisme  disebut naturalistik.
3.    Mohisme
Mohisme didirikan oleh Mo Tse atau Mo Zi (470-391). Aliran ini bersifat utilitaristis dan pragmatis. Artinya, baik-buruknya sesuatu tindakan bergantung dari pertimbangan untung-ruginya. Yang memberi keuntungan itu baik, yang merugkan itu jahat. Mohisme dimaksudkan untuk kalangan rakyat kebanyakan. Jadi, bertentangan dengan Taoisme dan Konfusianisme yang aristokratik.
4.    Legalisme
Aliran Fa Legalisme dikaitkan dengan nama Guan Zhong, seorang menteri keamanan dari negeri Qi pada abad 7 SM. Legalisme menekankan sopan santun, keadilan, kejujuran, dan penguasaan diri.
Legalisme berasal dari ajaran shi (otoritas) menurut Shen Dao, ajaran shu menurut Shen Buhai, dan Fa (hukum) menurut Shang Yang. Kaum legalis mendukung pemerintahan yang kuat, otokratis dan menggunakan hukum yang kuat dan otokratis.
5.    Aliran Ying-Yang
Aliran ini sebetulnya merupakan cabang dari Taoisme. Aliran ini mengajarakan tentang adanya prinsip yin (betina) dan Yang (jantan) sebagai dua prinsip dalam alam. Interaksi antara Yin dan Yang itulah yang menimbulkan perubahan di alam semesta.
6.    Aliran Nama-nama: Sofisme
Aliran nama-nama disebut juga Ming Chia. Mereka ini menyibukkan diri dengan analisa istilah-istilah dan kata-kata. Disebut juga sekolah dialektik. Aliran ini dapat dibandingkan dengan aliran sofisme dalam filsafat Yunani. Ajaran mereka digunakan untuk menganalisa dan mengkritik dalam kaitan dengan maslah kebahasaan.

Ciri-Ciri Filsafat Cina


Filsafat Cina mempunyai beberapa ciri sebagai berikut:
1.    Berkaitan dengan sastra. Kesusastraan dan tulisan filsafat Cina lahir pada waktu bersamaan, yakni abad 9 hingga abad 8 SM. Di Cina, menjadi orang berbudaya berarti menjadi orang terpelajar dengan filsafat sebagai bagian utamanya.
Kebanyakan penulis prosa sering mengaanggap diri sebagai filsuf dan berusaha menyumbang sesuatu untuk pegetahuannya. Sebaliknya, para filsuf Cina juga menjadi sastrawan. Mereka menuliskan hasil pemikiran dalam karya sastra.
Karena filsafat terkait erat dengan sastra, orang yang ingin belajar filsafat Cina pasti mempelajari sastra Cina. Begitu pula sebaliknya. Ciri ini sebetulnya juga memperlihatkan perbedaan filsafat Barat dan filsafat Timur. Filsafat Barat, kecuali beberapa filsuf eksistensialis, selalu ditulis dalam bentuk uraian diskursif. (Sastrapratedja: 10)
2.   Lebih antroposentris disbanding filsfat Barat dan Filsafat India
3.   Lebih pragmatis. Selalu mengajarkan bagaimana orang harus bertindak demi keseimbangan antara dunia dan sorga.

Aliran filsafat India Purva Mimamsa

Purva Mimamsa didirikan oleh Jaimini. Pada mulanya Mimamsa bukan merupakan sistem filsafat, melainkan usaha untuk menjelaskan hakikat hukum, peraturan atau kewajiban (dharma), yang menurut sistem ini terdiri atas ketaatan terhadap perintah Veda dan larangan-larangannya.
        Veda megajarkan orang untuk berkurban untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Lalu Mimamsa bertanya: bagaimana mungkin kurban bisa mendatangkan kebahagiaan? Ini akhirnya membawa hakiki diri, Tuhan dan perbuatan (karma).
Penganut Mimamsa disebut Mimamsaka. Kelompok Mimamsaka yang terkenal adalah Kumarila dan Prabhakara, yang mengembangakn metafisika dan epistemology sendiri. Prabhakara menerima delapan kategori yakni: substansi, kualitas, perbuatan atau aksi, universal, inheren, energi (sakti), persamaan, dan jumlah.
Hakikat diri adalah kesadaran, ukan kebahagiaan. Upacara kurban dianggap sebagai sarana untuk mencapai keselamatan. Karma (perbuatan, termasuk penyelenggaraan kurban) merupakan daya yang tak kelihatan, apurva, umum yang membawa orang kepada keselamatan.
        Konsep tentang Tuhan justru berasal dari konsep tentang karma sebagai penjamin keselamatan. Tuhan dilihat sebagai penjaga prinsip karma. Tuhan adalah prinsip karma, hukum atau peraturan, yang isisnya termuat dalam Veda. Tekanan pada Veda ini terpusat pada bagian pertama Veda, yakni mantramantra dan Brahmana. Inilah yang membedakannya dari Uttara Mimamsa, Purva Mimamsa mendasarkan diri pada Veda, sebaliknya Uttara Mimamsa mendasarkan diri pada Upanishad.

Aliran Filsafat India Nyaya dan Vaisesika


       Kedua aliran ini memandang realitas dengan pandangan yang pluralitas. Mereka sangat mirip, dan sebab itu biasanya dibicarakan secara bersamaan.
        Nyaya dan Vaisesika mengajarkan tentang tujuh kategori, yakni:
a.   Substansi: ada Sembilan substansi yakni tanah, air, api, udara, eter, waktu, ruang, jiwa dan kesadaran.
b.   Kualitas.
c.   Aktivitas.
d.   Universal.
e.   Particular.
f.   Inheren.
g.   Negasi.
Tanah, air, udara dan api bukan saja bersifat keras, lunak, lembut, dan sebaginya, tapi merupakan sebab khusus dari kelengkapan bau, rasa, warna, sentuhan dan suara. Jiwa (atman) tidak terbatas, tapi tidak sadar. Keadaan itu tidak berubah setelah orang mencapai keselamatan. Mereka menerima Tuhan sebagai salah satu Atman. Julmah Atman sangat banyak, dan bersifat abadi. Tuhan mampu mengontrol proses penciptaan dan penghancuran.
Pluralism hanya merupakan ekspresi dari Sakti Tuhan (energy Tuhan). Mereka menolak saksi sebagai kategori yang dipakai untuk memecahkan masalah monism dan pluralisme.
Nyaya dan Vaisesika mengajarkan bahwa keselamatan berarti kembali ke keadaan tidak sadar dari atman, lepas dari kontak dengan dunia dan kembali kepada eksistensi buta, tidak sadar, kekosongan dari sengsara, dan bahkan kosong dari kebahagiaan dan kesenangan.


Aliran Filsafat India Carvaka


Carvaka didirikan oleh Brhaspati. Cirinya: materialistis hedonistis. Aliran ini tidak menerima kehidupan sesudah kematian (kehidupan sesudah kehidupan di dunia ini). Alasannya: kehidupan di dunia akhirat tak dapat diverifikasi, apalagi belum ada seorangpun yang menyaksikannya. Jadi, aliran ini hanya mengakui eksistensi duniawi, dan menolak kebakaan jiwa.
Etika aliran ini bersifat hedonistis. Menurut aliran ini, manusia boleh melakukan apa saja, karena tidak ada hukum yang mengikat. Jadi, mereka menolak konsep hukum karma dan kelahiran kembali yang terdapat pada sistem filsafat India yang lain.
Dalam Kamasutra disbeutkan dengan bahasa yang lebih halus: “sejauh hukum moral mengenai sesuatu, sejauh itu pula harus kita taati, jika bukan demi kebahagiaan hidup mendatang, sekurang-kurangnya untuk membuat hidup masa kini mudah dan terhormat.”
Carvaka mengajarkan bahwa satu-satunya realitas adalah materi, yang terdiri dari empat unsur yakni tanah, air, udara dan api.
Aliran ini hanya menerima pengetahuan berdasarkan persepsi langsung. Mereka menolak induksi dan deduksi. Mereka menolak deduksi karena, menurut mereka, kebenaran sudah terkandung dalam premisnya. Mereka juga menolak kesaksian verbal karena potensial terhadap misinterpretasi, penyimpangan dan kebohongan.

Metode Filsafat India


Proses berfilsafat umumnya mengikuti langkah-langkah berikut:
1.    Sravana (mendengarkan): mendengarkan ajaran-ajaran benar dari teks-teks  kitab suci agar dapat menangkap pengertiannya secara penuh.
2.   Manana (perbincangan/penalaran): diskusi tentang isi teks yang didengar tadi.
3.   Nididhyasana: duduk dalam sikap meditasi dengan konsentrasi pikiran pada ajaran yang didengarkan itu. Dengan sikap meditasi, pikiran dibebaskan dari keraguan. Pikiran menjadi terbuka untuk diresapi dan diterangi oleh kebenaran ajaran itu.
Ketiga langkah ini menyebabkan bahwa di India filsafat bukan suatu yang hanya teoretis, tapi menjadi suatu kekuatan yang menghidupkan dan mengubah manusia (Sastrapratedja: 1)

Metafisika Umum


Metafisika umum atau ontology menyelidiki sleuruh kenyataan. Dalam metafisika ingin dijawab pertanyaan-pertanyaan paling mendasar seperti:
-         Apa itu ada atau keberadaan (eksistensi)?
-         Penggolongan ada, keberadaan (eksistensi)?
-         Apa sifat dasar (kodrat) realitas?
-         Apakah kenyataan itu kesatuan atau tidak?
Ontologi sering disebut puncak filsafat karena pertanyaan-pertanyaan dalam ontology langsung berhubungan dengan sikap manusia terhadap pertanyaan-pertanyaan paling dasar, yakni mengenai Allah.
Pertanyaan-pertanyaan dalam ontology mengungkapkan suatu kepercayaan. Ada empat jenis kepercayaan ontology yakni ateisme, agnostisisme, panteisme, dan teisme.
Ateisme (dari bahsa Yunani: a = bukan, tehos = Allah) mengajarkan bahwa tidak ada Allah, dan manusia hanya sendirian saja di kosmos.
Agnostisisme (dari bahasa Yunani a = tidak/bukan, dan gnosis artinya pengetahuan) mengajar bahwa manusia tidak mungkin tahu mengetahui apakah Allah ada atau tidak ada.
Panteisme (dari bahasa Yunani a = bukan, dan theos = Allah) mengajarkan bahwa seluruh kosmos sama dengan Allah. Akibatnya, taka da perbedaan antara pencipta dan ciptaan. Dengan kata lain: Allah dan alam itu sama saja, taka da bedanya.
Teisme mengajarkan bahwa Allah itu ada, bahwa ada perbedaan antara pencipta dan ciptaan.

Obyek Filsafat

     Obyek dibedakan atas obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah apa yang dibicarakan, dipelajari, diselidiki, dibahas, dipandang, disoroti. Dengan kata lain, hal yang menjadi sasaran pemikiran (Gegegnstand). Atau menurut I.R.Poedjawijatna, obyek material adalah bahan atau lapangan penyelidikan. Sedangkan obyek formal adalah sudut pandang (angle atau point of view) dalam menyelidiki, membahas atau menyoroti sesuatu.
        Contoh, obyek material psikologi, antropologi dan sosiologi sama, yakni manusia, tetapi obyek formalnya berbeda. Psikologi menyoroti manusia dari segi kejiwaan, antropologi menyoroti manusia dari segi budaya, sedangkan sosiologi menyoroti dari segi interaksi dengan manusia lain. Jadi, yang membedakan ilmu yang satu dari ilmu lainnya adalah obyek formal. (Poedjawijatna: 6-8; Tim UGM: 6-7).
        Obyek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan mungkin ada. Yang ada itu bisa dalam kenyataan, atau bisa pula hanya dalam pikiran.
        Obyek formal filsafat adalah mencari keterangan sedalam-dalamnya. Filsafat tidak menyelidiki benda dari segi susunannya saja, tapi totalitas benda itu. Filsafat menyoroti dari segi hakikat, inti terdalam. Ilmu-ilmu lain membatasi diri hanya pada pengalaman empiris, sebaliknya filsafat berusaha mencari keterangan tentang inti dan hakikat segala sesuatu.
       Ilmu pengetahuan adlaah pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren (bertalian) tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan. Sedangkan, filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan. (Hamersma: 10).